Kabupaten Garut, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Ibukotanya adalah Tarogong Kidul.
Sejarah Kota Garut
Sejarah Garut tak bisa dilepaskan dari Kabupaten Limbangan. Kabupaten Limbangan adalah Kabupaten lama yang ibukotanya dipindahkan ke Garut kini karena seringkali terjadi bencana alam berupa banjir yang melanda daerah ibukota. Selain itu, kurang berkembangnya pusat pemerintahan karena jauh dari sungai yang menjadi sarana transportasi dan irigasi areal pesawahan dan perkebunan. Bupati Adiwijaya (1813-1831) membentuk panitia survei lokasi untuk ibukota kabupaten yang baru. Pilihan akhirnya jatuh di tempat yang dikelilingi gunung dan memiliki mata air yang mengalir ke cimanuk. Tempat tersebut berjarak ± 17 km dari pusat kota lama.
Saat menemukan mata air, seorang panitia kakarut (bahasa sunda : tergores) belukar. Orang Belanda yang ikut survei tak dapat menirukan kata tadi, dan menyebutnya gagarut. Pada awalnya, nama kabupaten yang ibukotanya telah dipindahkan tidak akan diubah, masih Kabupaten Limbangan. Namun, atas saran sesepuh hendaknya nama kabupaten diganti dengan nama baru sehingga tidak menimbulkan bencana dan malapetaka dikemudian hari seperti yang sering menimpa kabupaten Limbangan. Dari kejadian kakarut tersebut, yang dilafalkan oleh orang Belanda dengan gagarut, muncullah nama kebupaten baru, Garut. Hari jadi Garut diperingati setiap tanggal 16 Februari.
Letak Topografi
Pantai Santolo |
Sebagian besar wilayah kabupaten ini adalah pegunungan, kecuali di sebagian pantai selatan berupa dataran rendah yang sempit.
Kawah Gunung Papandayan |
Gunung Guntur |
Ibukota Kabupaten Garut berada pada ketinggian 717 m dpl dikelilingi oleh Gunung Karacak (1.838 m), Gunung Papandayan (2.262 m) dan Gunung Guntur (2.249 m), serta Gunung Cikuray (2.821 m) di selatan kota Garut.
Gunung Cikuray |
Makanan Khas Garut
Produk Khas Garut
Dengan tangan ulet masyarakat Garut, Garut memiliki Produk yang Khas. Berikut daftar Produk Khas Garut :
Batik Garut |
Aneka Produk dari Kulit |
- Jaket Kulit
- Batik Tulis Garutan
- Kulit Tersamak
- Minyak Akar Wangi
- Boboko Samarang
- Batu Hias Bungbulang
Wisata di Garut
- Leuweung Sancang
- Pantai Cijeruk Indah
- Pantai Karang Paranje
- Pantai Sayang Heulang
- Pantai Santolo
- Taman Manalusu
- Pantai Cijayana
- Taman Ranca Buaya
- Taman Golf Ngamplang
- Air Terjun Neglasari
- Kampung Dukuh
- Curug Orok
- Curug Sanghyang Taraje
- Curug Cihanyawar
- Gunung Papandayan
- Taman Satwa Cikembulan
- Golf Course Flamboyan
- Kawah Darajat
- Makam Godog
- Talaga Bodas
- Situ Bagendit
- Curug Citiis
- Curug Kancil Cibatu
- Cipanas
- Candi Cangkuang
- Situ Cangkuang
- Curug Cimandi Racun
R.A Lasminingrat...siapakah Beliau?
Selain Dewi Sartika, Jawa Barat khususnya Garut mempunyai Pahlawan Nasional Wanita lainnya, Beliau adalah Lasminingrat atau Radén Ayu Lasminingrat (1843-1948), Beliau adalah pahlawan pelopor kemajuan wanita Sunda dan pendiri Sakola Kautamaan Istri.
R.A Lasminingrat adalah nama wanita
puteri seorang Bupati Garut yang sudah
fasih menulis buku untuk bacaan anak-anak sekolah. Jauh sebelum R.A Kartini
lahir (1979) atau Dewi Sartika (1884) lahir., R.A Lasminingrat sudah menerjemahkan dan
menerbitkan buku-buku yang dijadikan buku bacaan wajib di HIS,
Schakelschool, dan lain-lain, hingga akhir masa penjajahan Belanda.
Namanya
memang belum seharum Ibu Kartini atau Dewi Sartika, bahkan mungkin
sebagian besar orang Garut saat ini tidak mengenal nama Beliau. patut
disayangkan bahwa hingga saat ini Namanya belum juga dikukuhkan
sebagai seorang Pahlawan Nasional, padahal jasa beliau sebagai salah
satu pionir dunia pendidikan di Indonesia pada masanya.
Beliau adalah tokoh perempuan intelektual pertama di Indonesia. Ada dua bidang yang
menjadi perhatiannya, yaitu dunia kepenulisan/kepengarangan dan
pendidikan bagi kaum perempuan. Ia sangat peduli nasib kaum hawa,
khususnya perempuan Sunda.
Raden Ayu Lasminingrat lahir tahun 1843, putri seorang Penghulu
Limbangan dan Sastrawan Sunda yang terkenal pada zamannya, yaitu Raden
Haji Muhamad Musa dengan Raden Ayu Ria. Setelah itu lahir pula dua orang
adik perempuan yang seibu se-ayah, yaitu Nyi Raden Ratnaningrum dan Nyi
Raden Lenggang Kencana.
Lasminingrat kecil harus berpisah dengan keluarga dan pindah dari
Garut ke Sumedang untuk belajar membaca, menulis, dan tak ketinggalan,
mempelajari bahasa Belanda.
Di sana ia diasuh oleh teman Belanda
ayahnya, Levyson Norman. Karena didikan Norman, Lasminingrat tercatat
sebagai perempuan pribumi satu-satunya yang mahir dalam menulis dan
berbahasa Belanda pada masanya. Pada 1871 ia kembali dan menetap di
Pendopo Kabupaten Garut.
Pada 1875 ia menerbitkan buku Carita Erman yang merupakan terjemahan
dari Christoph von Schmid. Buku ini dicetak sebanyak 6.015 eksemplar
dengan menggunakan aksara Jawa, lalu mengalami cetak ulang pada 1911
dalam aksara Jawa dan 1922 dalam aksara Latin.
Setelah karya
tersebut, pada 1876 terbit Warnasari atawa Roepa-roepa Dongeng Jilid I
dalam aksara Jawa. Buku ini merupakan hasil terjemahan dari tulisan
Marchen von Grimm dan JAA Goeverneur, yaitu Vertelsels uit het
wonderland voor kinderen, klein en groot (1872) dan beberapa cerita
Eropa lainnya. Jilid II buku ini terbit setahun kemudian, lalu mengalami
beberapa kali cetak ulang, yakni pada 1887, 1909, dan 1912, dalam
aksara Jawa dan Latin.
Terobosan baru yang dicapai Lasminingrat di dunia kepengarangan
adalah penggunaan kata ganti orang pertama. Mikihiro Moriyama dalam
bukunya Semangat Baru: Kolonialisme, Budaya Cetak, dan Kesastraan Sunda
Abad ke-19 mencatat bahwa ia merupakan penulis pribumi pertama
menggunakan kata ganti orang pertama dalam tulisan berbahasa Sunda.
Lasminingrat, tulis Mikihiro, memakai kata kula yang merujuk kepada saya
dalam kata pengantar bukunya Warnasari atawa Roepa-roepa Dongeng yang
terbit pada 1876. Buku ini merupakan kumpulan berbagai macam karya
terjemahan. Dunia pendidikan
Setelah menjadi istri Bupati Garut
RAA Wiratanudatar VIII, Lasminingrat menghentikan aktivitas
kepengarangannya. Ia lalu berkonsentrasi di bidang pendidikan bagi kaum
perempuan Sunda (Moriyama, 2005: 243). Sejak kecil Lasminingrat
bercita-cita memajukan kaum hawa melalui pendidikan.
Obsesinya ini
terwujud pada 1907. Ketika itu ia mendirikan sekolah Keutamaan Istri di
ruang gamelan Pendopo Kabupaten Garut. Di sekolah ini Lasminingrat
memakai kurikulum. Tidak disangka, pada 1911 sekolahnya berkembang.
Jumlah muridnya mencapai 200 orang, dan lima kelas dibangun di sebelah
pendopo. Sekolah ini akhirnya mendapatkan pengesahan dari pemerintah
Hindia Belanda pada 1913 melalui akta nomor 12 tertanggal 12 Februari
1913. Pada 1934, cabang-cabang Keutamaan Istri dibangun di kota Wetan
Garut, Bayongbong, dan Cikajang.
Di sekolah Keutamaan
Istri, murid-muridnya diajari cara memasak, merapikan pakaian, mencuci,
menjahit pakaian, dan segala hal yang ada hubungannya dengan kehidupan
berumah tangga. Tujuannya, supaya kelak saat dewasa dan menikah, mereka
bisa membahagiakan suami dan anak, juga mengerjakan sendiri apa saja
yang berhubungan dengan rumah tangga.
Lasminingrat dikarunia usia yang sangat panjang. Ia meninggal dunia
pada 10 April 1948 dalam usia 105 tahun setelah sebelumnya dalam perang
kemerdekaan ia mengungsi ke Waaspojok pada 1946. Ia sempat tinggal di
sana beberapa lama. Hingga akhirnya ia sakit dan mengembuskan napas
terakhir di tanah kelahirannya, Garut.
Kalau RA Kartini dijuluki
sebagai pahlawan emansipasi dan Dewi Sartika sebagai tokoh pendidikan,
tidak berlebihan jika RA Lasminingrat dijuluki sebagai tokoh perempuan
intelektual pertama di Indonesia karena pikiran-pikiran kritis dan
modernnya telah melampaui zamannya.
Sumber tulisan :
- RA Lasminingrat, Tokoh Perempuan Intelektual Pertama - by FANDY HUTARI Penulis Lepas
- Garut Junjung R.A. Lasminingrat Sebagai Pahlawan – Oky Lasmini Sastrawiguna
- Kabupaten Garut - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia Bebas